Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan

Baca Juga :

Foto: Ilustrasi

Adalah Khaulah binti Tsa’labah, seorang sahabat perempuan yang memiliki paras cantik nan jelita. Ia diperistri oleh seorang laki-laki bernama Aus bin As-Shamit.

Satu ketika sang suami, Aus bin As-Shamit, melihat sang istri sedang melakukan shalat di rumahnya. Selama sang istri dalam shalatnya Aus terus memandanginya dari arah belakang. Ia sungguh terkesan dengan keindahan tubuh istrinya. Terlebih ketika Khaulah sedang bersujud, bagian belakang tubuhnya membuat Aus menginginkan istrinya.   Maka ketika sang istri selesai dari shalatnya Aus mengajaknya untuk melakukan hubungan suami istri, namun Khaulah menolak. Atas penolakan ini Aus marah besar hingga akhirnya keluar kalimat yang menjadikan Khaulah tertalak. Kepadanya dengan emosi Aus mengatakan, “Bagiku engkau laksana punggung ibuku!” (Dalam tradisi masyarakat Arab kala itu, menyamakan istri dengan punggung ibu suami adalah cara suami untuk menceraikan istrinya, red).   

Syekh Nawawi Banten memiliki catatan tersendiri yang perlu diketahui perihal perilaku seksnya Aus. Disebutkan bahwa Aus berhasrat terhadap perempuan dan menginginkan menggaulinya dengan cara yang tidak semestinya perempuan digauli. Karenanya Khaulah menolak permintaannya itu. Atas penolakan ini Aus marah dan mengatakan, “Bila kamu keluar dari rumah sebelum aku melakukannya denganmu, maka bagiku engkau seperti punggung ibuku.”   Usai mengucapkan kalimat itu Aus menyesalinya. Ia paham bahwa dengan kalimat seperti itu sama saja ia menceraikan istrinya. Pada saat itu, di masa Jahiliyah, belum ada hukum dhihar. Kalimat dhihar seperti itu masih dianggap dan dihukumi sebagai talak.

 

Adapun Khaulah pun tak terima bila ia dicerai oleh suaminya. Maka serta merta ia mendatangi Rasulullah. Kepada beliau ia sampaikan, “Aus menikahiku saat aku masih gadis yang disukai banyak lelaki. Kini setelah aku tua dan memiliki banyak anak, ia menyamakanku dengan ibunya (baca: menceraikan). Aku memiliki anak-anak yang masih kecil. Kalau mereka aku serahkan kepada Aus, mereka akan tersia-sia. Tapi kalau mereka aku yang mengurus, mereka akan kelaparan.”   Dengan aduan itu Khaulah berharap agar Rasulullah tidak menghukumi talak atas hubungan perkawinannya dengan Aus. Namun Rasulullah tetap menghukumi talak atas ucapan Aus tersebut. Khaulah masih belum mau menerima. Ia bersikeras, “Rasul, demi Allah ia tidak mengatakan kalimat talak. Dia itu bapaknya anak-anakku. Dia itu orang yang paling aku cintai.”   Namun Rasulullah tetap bersikeras menghukumi talak atas Khaulah dan Aus. “Engkau haram baginya,” kata beliau. Tapi Khaulah tetap tidak mau terima. Terjadilah perdebatan di antara keduanya. Khaulah bersikeras untuk tidak mau dihukumi talak, sementara Rasulullah tetap dengan pendiriannya.

 

Sebagaimana diketahui, bahwa setiap kali ada permasalah yang disampaikan oleh para sahabat kepada Rasulullah, maka beliau tidak akan menghukumi kecuali setelah adanya wahyu dari Allah. Pun demikian dengan kasus Khaulah ini. Karena tidak ada wahyu yang turun menyangkut kasus tersebut, maka beliau tetap menghukumi talak dan tidak menerima permintaan Khaulah untuk memutuskan hukum yang lain.   Melihat kenyataan bahwa keinginannya tak akan dipenuhi oleh Rasulullah, Khaulah tak berputus asa. Kepada Rasul ia katakan, “Baiklah, akan aku adukan masalah ini kepada Allah!”   Maka kemudian Khaulah menengadahkan kepalanya ke arah langit. Dengan suara lantang ia berseru, “Ya Allah, aku mengadu kepada-Mu. Turunkanlah solusi bagi masalahku ini melalui lisan Nabi-Mu!” Ia terus mengadukan masalahnya kepada Allah.   Di saat seperti itulah wajah Rasulullah terlihat berubah. Kepada beliau turun ayat yang menghukumi bahwa masalah Khaulah dan suaminya itu adalah masalah dhihar, bukan talak. Seorang suami yang men-dhihar istrinya dan berkeinginan untuk mencabut ucapannya itu, maka ia tidak boleh menggauli istrinya kecuali setelah memerdekakan seorang budak. Bila tidak mampu memerdekakan budak, maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Dan bila tidak mampu, maka memberi makan kepada enam puluh orang miskin.   

Ayat dimaksud yang turun atas permasalah Khaulah ini adalah ayat 1 – 4 dari surat Al-Mujadilah. Allah berfirman: 

 

  قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ (١) الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ (٢) وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (٣) فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ (٤)     

 

Artinya:

“Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. Orang-orang di antara kamu yang menzihar istrinya, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) istri mereka itu bukanlah ibunya. Ibu-ibu mereka hanyalah perempuan yang melahirkannya. Dan sesungguhnya mereka benar-benar telah mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun. Dan mereka yang menzihar istrinya, kemudian menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan, maka (mereka diwajibkan) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepadamu, dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. Maka barangsiapa tidak dapat (memerdekakan hamba sahaya), maka (dia wajib) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Tetapi barangsiapa tidak mampu, maka (wajib) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah agar kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang yang mengingkarinya akan mendapat azab yang sangat pedih.”   

 

Demikianlah Khaulah binti Tsa’labah. Perempuan dari kalangan sahabat yang tidak saja mengadukan permasalahannya kepada Rasul tetapi juga kepada Allah. Sahabat perempuan yang aduannya didengar dan dikabulkan oleh Allah, dan karenanya terbentuklah hukum dhihar dalam syari’at Islam.   Kisah ini banyak ditulis oleh para ulama tafsir dalam berbagai kitab mereka. Di antaranya oleh Syekh Nawawi Banten dalam kitab Al-Munȋr li Ma’ȃlimit Tanzȋl (Beirut: Darul Fikr, 2007, II: 405).   Imam Al-Qurthubi dalam kiab tafsirnya Al-Jȃmi’ li Ahkȃmil Qur’ȃn menuturkan sebuah cerita. Satu saat Sayidina Umar bin Khatab bersama beberapa orang berkendara menunggangi khimar. Dalam perjalanannya mereka bertemu dengan Khaulah binti Tsa’labah. Khaulah kemudian menghentikan perjalanan Umar bin Khatab dan teman-temannya.   Kepada khalifah kedua itu Khaulah kemudian memberikan banyak nasihat dan didengarka dengan seksama oleh Umar. Ia berkata, “Wahai Umar, engkau dahulu diundang dengan Umair, lalu kau dipanggil Umar, dan kini engkau diundang dengan sebutan Amirul Mukminin. Takutlah engkau kepada Allah, wahai Umar! Sesungguhnya orang yang yakin dengan kematian, maka ia takut kehilangan. Orang yang yakin dengan hisab, ia takut pada azab.”   Umar bin Khathab terus mendengarkan nasihat Khaulah, hingga ada yang mengatakan kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin, apakah engkau berhenti hanya untuk mendengarkan ucapan perempuan tua ini?”

 

Mendengar ucapan tersebut Umar bin Khathab menjawab, “Demi Allah, seandainya perempuan ini menahanku dari awal hingga akhir siang, aku tak akan berhenti mendengarkannya kecuali untuk melakukan shalat maktubah. Tidakkah kalian mengenal siapa perempuan ini? Dia adalah Khaulah binti Tsa’labah. Allah telah mendengarkan ucapannya dari atas tujuh langit. Bila Tuhan semesta alam mau mendengarkan ucapannya, pantaskah bila Umar tak mau mendengarnya?” (Lihat: Muhammad Al-Qurthubi, Al-Jȃmi’ li Ahkȃmil Qur’ȃn, [Kairo: Darul Hadis, 2010, jil IX, juz XVII: 223). Wallahu a’lam.

 

 

 


Baca Juga :


Nuh bin Maryam namanya, ia merupakan seorang tokoh Masyarakat sekaligus kadi yang mempunyai kedudukan tinggi. Ia mempunyai seorang anak perempuan yang cantik jelita dan nyaris sempurna untuk ukuran seorang perempuan idaman. Lazimnya bunga desa, begitu banyak laki-laki yang ingin meminangnya mulai dari pengusaha, konglomerat dan orang-orang terpandang lainnya. Namun dari sekian banyak lamaran yang datang itu, tidak ada yang Nuh bin Maryam iyakan. Ia bingung, orang seperti apakah yang akan ia terima untuk putrinya itu.

Selain itu, Nuh bin Maryam juga memiliki perkebunan dan budak berkulit hitam yang bernama Abdullah. Suatu kali ia menugaskan budaknya itu untuk menjaga perkebunannya.

Selang dua bulan, Nuh bin Maryam mendatangi kebunnya. Penasaran dengan hasil perkebunannya, ia memerintahkan Abdullah untuk mengambil barang satu atau dua anggur untuknya.

Abdullah beranjak dan memetikkan anggur untuk tuannya. Namun naas, Anggur yang ia petik ternyata rasanya asam. Sang tuan pun kembali menyuruh Abdullah untuk mengambilkannya yang lain. untuk kedua kalinya, Anggur yang diambilkan Abdullah itu tidak manis.

Melihat ketidakbecusan budaknya itu, Nuh bin Maryam pun menghardiknya,

“Kenapa engkau selalu membawakanku yang masih asam, bukankah buahnya banyak?!”

“Maaf, tuan. Saya tidak tahu mana yang manis dan mana yang asam.” Jawab Abdullah seadanya.

Subhanallah! Dua bulan kamu di sini dan kamu tidak bisa membedakan mana yang manis dan mana yang tidak!”

“Sungguh, tuan. Saya tidak pernah mencicipinya sedikit pun.”

“Memang ada apa?”

Tanya Nuh bin Maryam.

“Saya tidak ingin menghianati tuan dan menyalahi perintah, sementara tuan hanya menugaskanku untuk menjaganya saja. Bukan untuk memakannya.”

Mendengar jawaban tersebut, Nuh bin Maryam terkagum-kagum akan kejujuran dan sikap amanah budaknya itu. Kemudian ia berkata,

“Keteguhan sikapmu telah membuatku tertarik. Aku hendak menuturkan sesuatu padamu, tapi harus engkau laksanakan.”

“Sudah kewajibanku untuk taat kepada Allah dan menjalankan perintahmu, tuan.”

Kemudian Nuh bin Maryam menuturkan perihal kebingungannya untuk memilihkan pasangan bagi putrinya itu.

“Aku memiliki seorang putri yang amat cantik. Sudah banyak orang yang melamarnya, mulai dari orang kaya, konglomerat sampai orang-orang terpandang. Namun hingga sekarang aku masih bingung dengan siapa ia hendak aku nikahkan. Aku ingin meminta pendapatmu tentang hal ini.”

“Tuanku, tentang hal ini, dijaman jahiliah orang-orang memilih asal, nasab, agama dan pangkat. Sementara orang Yahudi dan Nasrani lebih condong pada kecantikan dan ketampanan. Lalu dijaman Rasulullah yang dikedepankan adalah agama dan ketakwaannya, dan saat ini orang-orang lebih condong pada harta dan kekuasaan. Silahkan tuan pilih diantara kriteria itu.”

“Kalau begitu, aku memilih agama dan ketakwaan. Dan sekalian aku juga memilihmu untuk kunikahkan dengan putriku. Karena sungguh dalam dirimu ada agama dan ketakwaan.”

Mendengar jawaban tuannya yang demikian, Abdullah menjawab,

“Saya hanya seorang hamba sahaya berkulit hitam, tuanku. Yang dulu tuan beli dengan harta. Adakah pantas besanding dengan putri tuan, dan tentu saja putri tuan pun akan menolaknya.”

“Sudah, kamu ikut saya ke rumah.”

Jawab tuannya singkat.

Setelah sampai, sang kadi pun berkata kepada istrinya,

“Sungguh pemuda ini merupakan anak yang saleh dan bertakwa, aku ingin menikahkan putri kita dengannya. Bagaimana menurutmu?”

“Semuanya aku pasrahkan padamu. Tapi kalau begitu, tunggu, aku ingin menyampaikannya dulu kepada putri kita tentang rencana ini.”

Kemudian sang istri pun menemui putrinya dan menyampaikan rencana tersebut.

“Apa kehendak ibu dan ayah, aku ikut. Aku tidak ingin jadi anak yang durhaka.”

Mendengar itu, si istri pun kembali dan mengabarkannya kepada Nuh bin Maryam.

Akhir kisah, Nuh bin Maryam dengan segala keagungan dan kekayaanya menjatuhkan pilihannya pada seorang Abdullah yang hanya hamba sahaya belaka. Nuh bin Maryam lebih memilih kekayaan abadi (kesalehan dan ketakwaan) ketimbang mengedepankan kekayaan sementara (harta, pangkat dsb.)

“Sama kebun saja amanah, apa lagi sama perempuan” sederhananya seperti itu mungkin.(IM)

-Disarikan dari kitab anNawadir karya Syekh Ahmad Syihabuddin bin Salamah al-Qulyubi

Baca Juga :

 Selanjutnya bagaimana Cara Setting Port Forwarding Modem ZTE F609 Untuk Winbox Mikrotik, simak isi lengkap artikel ini :

1. Login ke Modem Zte F609 kalian dengan alamat ip kalian di web browser,
contoh : ( 192.168.0.1 ) input user dan password ( sekarang ini sudah ditentukan oleh Indihome yaitu, username = user, password = user ).
2. Buka menu Application >> Port Forwarding. isi data-data yang diminta, seperti contoh gambar dibawah :
Cara Setting Port Forwarding Modem ZTE F609 Untuk Winbox Mikrotik
Cara Setting Port Forwarding Modem ZTE F609 Untuk Winbox Mikrotik

  • Centang pada bagian Enable
  • Name = isikan nama 
  • Protocol = TCP and UDP
  • Wan Connection = omci_ipv4_pppoe_1
  • Wan Start port = 8291
  • Wan Endport = 8291
  • Lan Host Ip Address = isi dengan ip mikrotik contoh : (192.168.0.2 )
  • Lan Host Start Port = 8291
  • Lan End Start Port = 8291

Semua contoh diatas mulai dari port dan ip masih saya gunakan yang starndart, kalian bisa mengganti port mikrotik kalian dari pengaturan Mikrotik melalui Winbox, pada menu IP >> Service >> pilih Winbox.

Setelah semua langkah diatas di terapkan kamu tinggal melakukan uji coba remote mikrotik kamu dari jaringan lain dengan cara mengakses alamat ip public kamu.

Untuk dapat melakukan remote secara menetap kamu harus punya IP Public yang static apabila IP tersebut dynamic maka ini akan merepotkan kamu untuk melakukan remote dikarenakan ip yang selalu berubah dan mengharuskan kamu melihat ulang modem kamu untuk mengetahui IP Public tersebut.

Berhubung IP Static yang tersedia agak mahal, kamu tidak perlu pusing untuk melakukan akses ke Mikrotik kamu karena pada mikrotik juga sudah menyediakan Fitur IP Cloud yang memungkinkan kamu untuk melakukan remote jarak jauh, kamu bisa membaca penjelasan lengkap bagaimana Cara Mengaktifkan Fitur Ip Cloud Mikrotik disini.


Untuk mempermudah monitoring jaringan anda baik itu rumah, kantor, warnet dan lainnya, anda harus melakukan instalasi forwarding pada Modem FO kalian, dengan mengaktifkan fitur ini maka tujuan perangkat yang akan dituju dapat dikenali dan diakses dari jaringan manapun.

Sedikit penjelasan tentang apa itu Port Forwarding, Port Forwarding adalah feature dari sebuah router dimana fungsi ini mampu membuka akses terhadap perangkat tertentu pada sebuah jaringan lokal untuk bisa diakses dari manapun ( internet ).

Baca Juga :

Cinta adalah akar dari anak agar dapat tumbuh menjadi dewasa dan mencintai serta mengasihi orang lain. Pada dasarnya, ada lima cara anak—juga manusia pada umumnya—memahami dan mengekspresikan cinta.
Ilustrasi ibu menggendong anaknya.  shutterstock.com
Dalam buku A Soul of Healing yang ditulis pakar pengobatan tradisional Cina, Master Wong, ada lima bahasa cinta yang dimaksud. Kelimanya adalah:
1. Sentuhan fisik
2. Kata-kata pendukung atau pujian
3. Pelayanan atau tindakan
4. Waktu bersama
5. Pemberian hadiah


Umumnya, setiap anak bisa menerima cinta melalui kelima bahasa tersebut. Namun, biasanya, ada satu bahasa yang paling dominan pada masing-masing anak, di mana ia dapat merasakan cinta melebihi bahasa lain.
Pemahaman terhadap bahasa cinta yang paling dominan pada setiap anak ini dapat membantu orang tua memberikan cinta dan berkomunikasi dengan anak secara lebih efektif. Dalam menemukan bahasa cinta yang dominan pada anak, sebaiknya orang tua tidak menanyakan langsung kepada si kecil. 
Untuk mengetahui bahasa cinta mana yang dominan pada anak, orang tua bisa memperhatikan ucapan dan tingkah lakunya. Misalnya ketika si kecil menginginkan sebuah mainan baru, ia akan bertanya kapan hari ulang tahunnya supaya mendapatkan hadiah berupa mainan. 
Karena itu, orang tua harus pandai mengidentifikasi dan menemukan bahasa cinta yang dominan pada anak. Berikut ini beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membantu memahami bahasa cinta anak.
1. Amati cara anak mengekspresikan cintanya kepada ibu
Apabila si kecil sering mengucapkan kata sayang atau terima kasih, bahasa cinta yang dominan adalah “kata-kata mendukung”.

2. Amati cara anak mengekspresikan cintanya kepada orang lain
Bila si kecil sering memberikan hadiah kepada teman-teman atau gurunya, bahasa cinta yang dominan padanya adalah “pemberian hadiah”.

3. Pelajari apa yang sering diminta anak
Bila si kecil sering meminta ibunya menemani bermain atau membacakan cerita, bahasa cinta yang dominan padanya adalah “waktu bersama”. Kalau anak sering meminta pendapat ibu mengenai apa pun yang sedang dilakukan anak, mungkin bahasa cinta yang dominan padanya adalah “kata-kata mendukung”.

4. Pelajari apa yang sering dikeluhkan anak
Jika si kecil sering mengeluhkan kesibukan orang tuanya di luar rumah, bahasa cinta yang dominan padanya adalah “waktu bersama”.

5. Beri pilihan kepada anak
Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, ibu bisa menanyakan apa yang diinginkan anak untuk menemukan bahasa cinta yang dominan padanya. Berikan pertanyaan yang menyangkut dua macam bahasa cinta, misalnya apakah ia ingin jalan-jalan dengan keluarga atau membetulkan baju adik yang rusak. Dengan memberi pilihan itu, berarti ibu mengajukan pilihan antara bahasa cinta “waktu bersama” atau “pelayanan”.

Baca Juga :

Sejarah Kalender Hijriyah dan Arti 12 Bulan Islam
Sejarah Kalender Hijriyah dan Arti 12 Bulan Islam





Kalender Hijriyah (H) disebut juga kalender Qomariyah karena penanggalannya berdasarkan peredaran bulan. Adapun 12 bulan yang ada dalam kalender Hijriyah mempunyai makna masing-masing.

Perbedaan kalender Masehi dengan Hijriyah terletak pada perhitungan yang dipakai. Kalender Masehi berdasarkan peredaran matahari (Syamsiyah), sedangkan Hijriyah berdasarkan bulan. Perhitungan waktu matahari dalam setahun berbeda 11 hari dengan perhitungan bulan (Hijriyah).

Menurut Ustaz Ahmad Zarkasih (pengajar Rumah Fiqih Indonesia) dalam bukunya "Rajab, Keutamaan dan Hukumnya", sejarah penggunaan kalender Hijriyah bermula ketika tahun 412 Masehi terjadi konvensi petinggi-petinggi lintas suku dan kabilah bangsa Arab di Makkah pada masa Kilab bin Marrah (kakek Nabi Muhammad SAW ke-6). Mereka berkumpul untuk menentukan nama-nama bulan agar terjadi kesamaan, sehingga memudahkan mereka dalam perdagangan.


Dari perkumpulan itu, muncullah 12 nama bulan yaitu, Muharram, Shafar, Rabi'al-Awwal, Rabi'al-Tsani, Jumada al-Ula, Jumada al-Tsaniyah, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawwal, Dzul-Qa'dah, Dzul-Hijjah. Kala itu penomoran bulan belum ada karena orang-orang Arab terdahulu tidak tahu bulan apa yang pertama.

Munculnya penomoran bulan Hijriyah ini setelah adanya kebijakan Khalifah Umar bin Khaththab yang mengeluarkan perintah untuk membentuk kalender Islam. Dan akhirnya bulan Muharram ditetapkan sebagai bulan pertama kalender Islam yang sekarang kita kenal dengan kalender Hijriyah.

Berikut Nama bulan Hijriyah beserta maknanya menurut Tafsir Ibn Katsir:


1. Muharram [محرم].
Berarti yang terlarang. Disebut demikian karena memang pada bulan ini, bangsa Arab seluruhnya mengharamkan peperangan. Tidak ada tumpah darah pada bulan ini. ini merupakan hukum adat yang tak tertulis yang berlaku sejak lama.

2. Shafar [صفر].
Shafar satu suku kata dengan kata Shifr [صفر] yang berarti kosong. Bulan ini dinamakan shofar atau shifr, karena pada bulan ini bangsa Arab mengosongkan rumah-rumah mereka yang beralih ke medan perang.

3. Rabi' al-Awwal [ربیع الأول].
Sesuai namanya, Rabi' [ربيع] yang berarti musim semi, bulan ini dinamakan demikian karena memang itu yang terjadi.

4. Rabi' al-Tsani [ربیع الثانی].
Namanya mengikuti nama bulan sebelumnya karena musim gugur yang masih berlangsung. Tsani artinya yang kedua.

5. Jumada al-Ula [جامد].
Dulu di masa Jahiliyah, namanya Jumada Khamsah. Jumada, asal katanya Jamid yang berarti beku atau keras. Dikatakan demikian karena bulan ini adalah musim panas, yang karena saking panasnya, air bisa saja membeku, artinya kekeringan.

6. Jumada al-Tsaniyah [جامد].
Atau disebut juga Jumada al-Akhirah. Namanya mengikuti bulan sebelumnya.

7. Rajab [رجب].
Dalam tradisi Arab, bulan Rajab adalah termasuk bulan yang haram bagi mereka untuk melakukan peperangan. Artinya, haram membunuh ketika itu. Dinamakan Rajab, karena memang salah satu makna Rajab dalam bahasa Arab ialah sesuatu yang mulia. Maksudnya mereka memuliakan dirinya dan orang lain dengan tidak membunuhnya. Ada juga yang mengatakan bahwa Rajab berarti melepaskan mata pisau dari tombak sebagai simbol berhentinya perang.

8. Sya'ban [شعب].
Asal katanya dari Syi'b yang berarti kelompok. Dinamakan begitu karena ketika masuk bulan Sya’ban, orang-orang Arab kembali ke kelompok (suku) mereka masing, dan mereka berkelompok lagi untuk berperang setelah sebelumnya di bulan Rajab mereka hanya duduk di rumah masing-masing.

9. Ramadhan [رمض].
Berasal dari kata Ramadh [رمض] yang maknanya ialah panas yang menyengat atau membakar. Dinamakan seperti itu karena memang matahari pada bulan ini jauh lebih menyengat dibanding bulan-bulan lain. Panas yang dihasilkannya lebih tinggi dibanding yang lain.

10. Syawwal [شَوّال].
Bangsa Arab mengenal jenis burung an-Nauq, yang kalau biasanya hamil di bulan ini dan mengangkat sayap serta ekornya sehingga terlihat kurus badannya. Mengangkat sayap atau ekor disebut dengan Syaala [شال] yang merupakan asal kata dari nama bulan Syawal.

11. Dzul-Qa'dah [ذو القعدة].
Asal katanya dari Qa'ada [قعد] yang berarti duduk atau istirahat tidak beraktivitas. Dinamakan demikian karena memang bulan ini orang-orang Arab sedang duduk dan istirahat dari berperang guna menyambut bulan haji, yaitu Dzul-hijjah. Bulan tersebut juga diharamkan berperang.

12. Dzul-Hijjah [ذو الحجة].
Sudah bisa dipahami dari katanya bahwa bulan ini adalah bulannya orang berhaji ke Mekkah. Dan memang sejak sebelum Islam datang, bangsa Arab sudah punya kebiasaan pergi haji dan melakukan thawaf di Ka'bah.

Dalam kalender Islam, bulan Haram terdiri dari 4 bulan yaitu Muharram, Rajab, Dzulqa'dah, dan Dzulhijjah. Keempat bulan haram ini dikenal dengan istilah "Al-Hurum" yang berarti bulan yang disucikan. Allah memuliakan keempat bulan ini sebagaimana firman-Nya:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ

"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan dalam ketetapan Allah Ta'ala. Di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat yang haram (yang disucikan), itulah ketetapan agama yang lurus maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu." (QS At-Taubah: 36).

(rhs)

Baca Juga :


Fatwa Ulama: Cara Berbakti Kepada Ibu Yang Sudah Meninggal
Salah satunya cara berbakti kepada orang tua yang sudah meninggal adalah dengan memuliakan sahabat-sahabatnya
Apabila sahabat orang tua kita punya kenangan baik, mereka berkata:

"Orang tuamu sangat baik," lalu mereka mendoakan orang tua kita

Apabila sahabat orang tua kita punya beberapa kenangan buruk, mereka berkata:

"Walaupun orang tuamu buruk, tapi setidaknya telah melahirkan dan mendidik anak baik seperti engkau" Lalu mereka pun memaafkan orang tua kita

Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah

Soal:

Bagaimana cara berbakti kepada ibu kita yang sudah meninggal?

Jawab:

Terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ada yang bertanya kepada beliau,

يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ نَعَمْ الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا

“Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, adakah tersisa perbuatan bakti kepada orang tua yang masih bisa saya lakukan sepeninggal mereka? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : ‘Berdoa untuk mereka, memohonkan ampunan, melaksanakan janji mereka, menyambung tali silaturahim yang hanya terhubung melalui mereka serta memuliakan teman-teman mereka‘” (HR. Ahmad 3/279, Bukhari dalam kitab “Adabul Mufrad”, Abu Daud no. 5142)

Ini semuanya merupakan berbakti kepada orang tua setelah keduanya meninggal. Kami menasehatkan agar engkau berdoa dan memohon ampun bagi ibumu, melaksanakan wasiatnya, memuliakan sahabat-sahabatnya, menyambung silaturahmi dengan kerabat-kerabatnya. Semoga Allah bisa memberi taufik kepadamu dan memudahkan urusannya. Semoga Allah menerima amal kita, engkau dan kaum muslimin. Wallahul muwaffiq.


Penerjemaah: : dr. Raehanul Bahraen

Baca Juga :


keutamaan sedekah


Sebelum mengetahui keutamaan sedekah, apakah Anda tahu Sulaiman Al Rajhi? Pada masa mudanya, Sulaiman Al Rajhi memulai bisnisnya dengan mengenakan uang untuk para peziarah yang mengambil kafilah unta menyeberangi gurun ke kota-kota Mekah dan Medina. Sesuai majalah forbes, beliau adalah seorang miliarder yang kini menjadi orang terkaya di dunia dengan donasi hingga 5,7 miliar.
Keutamaan Sedekah:
  1. Menghapus dosa
  2. Dapat berbentuk apa saja
  3. Tidak mengurangi harta
  4. Dilipatgandakan pahala
  5. Mendapat naungan di hari akhir
Angka tersebut bukanlah sesuatu yang tidak mungkin karena bersedekah bukan hanya sekedar memberi saja. Karena memberi bukan hanya sekedar mengasihi, tetapi juga membantu saudara-saudara kita yang tengah membutuhkan bantuan tangan. Seperti yang telah diajarkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم bahwa ada banyak keutamaan bersedekah yaitu sebagai berikut,

1. Manfaat Sedekah: Dapat Menghapus Dosa

Manusia memang tidak luput dengan dosa. Kesempurnaannya dipertanyakan apakah kita pantas disebut makhluk yang sempurna padahal kita selalu enggan untuk meminta ampun dengan apa yang telah kita perbuat.
Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air itu memadamkan api“.(HR. At-Tirmidzi).
Sedekah, itulah cara mudah yang disediakan Allah agar dapat mengikis perbuatan-perbuatan dosa kita. Cukup dengan tersenyum saja, Anda sudah bersedekah karena senyum adalah salah satu sedekah termudah yang dapat kita sebarkan dengan mengukir garis senyum di bibir kita.

2. Bersedekah Dapat Berbentuk Apa Saja

Bagaimana cara kita mendapatkan keutamaan bersedekah tetapi tidak mempunyai uang?
Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda: “Kamu menyingkirkan batu, duri dan tulang dari tengah jalan itu adalah sedekah bagimu.”(HR. Bukhari).
Tidak punya uang bukan berarti penghalang untuk bersedekah. Lebih baik menjadi tangan di atas daripada tangan di bawah. Itulah mengapa sedekah tidak hanya sekeda tentang uang saja, tetapi juga senyum, membantu orang ketika susah, membersihkan ruangan ketika tidak ada yang membersihkan, dan lain sebagainya.

3. Mengutamakan Sedekah Tidak Akan Mengurangi Harta

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda “Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.” (HR. Muslim, no. 2588)
Apakah gaji Anda belum cukup untuk penghasilan sehari-hari? Apakaah Anda masih memikirkan bagaimana biaya sekolah anak-anak Anda yang masih juga belum cukup?
Itulah mengapa kita dianjurkan untuk bersedekah. Bukan hanya membersihkan diri dari dosa, tetapi keutamaan sedekah juga dapat mendatangkan rezeki lagi kepada kita. Jika kita yakin bahwa diri kita bersedekah karena Allah, insha Allah akan digantikan dengan sesuatu yang lebih baik lagi.

4. Allah melipatgandakan Pahala Orang-orang yang Bersedekah

Allah Maha Melihat, al-Basir البصير Setiap apapun yang dilakukan oleh kita, pasti Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى akan melihat kita. Sedekah sedikit apapun itu pasti Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى melihatnya. Disitulah Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى melipatgandakan pahala orang-orang yang bersedekah.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman yang artinya: “Perumpamaan orang-orang yang mendermakan (shodaqoh) harta bendanya di jalan Allah, seperti (orang yang menanam) sebutir biji yang menumbuhkan tujuh untai dan tiap-tiap untai terdapat seratus biji dan Allah melipat gandakan (balasan) kepada orang yang dikehendaki, dan Allah Maha Luas (anugrah-Nya) lagi Maha Mengetahui“. (QS. Al-Baqoroh: 261)

5. Keutamaan Sedekah: Mendapat Naungan di Hari Akhir

Rasulullah telah jelas mengungkapkan tentang orang-orang yang akan mendapatkan naungan di hari kiamat nanti, salah satunya adalah orang-orang yang bersedekah.
Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda: “Seorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, maka ia menyembunyikan amalnya itu sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya“. (HR. Bukhari)
Itulah beberapa keutamaan sedekah dalam Islam yang bermanfaat bagi kita. Jangan takut untuk hilang harta, jangan takut juga untuk mengulurkan tangan kanan kita. Untuk memulainya, Anda juga bisa mendapatkan akses bersedekah dengan Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Sedekah Sekarang.

Baca Juga :

Pagi Hari





KAJIAN ISLAM – Pagi adalah permulawan hari. Islam memberikan perhatian khusus pada waktu pagi hari ini. Doa merupakan awal yang baik untuk membuka hari di waktu pagi. Rasulullah bahkan memanjatkan doa khusus bagi umatnya terkait pagi hari:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا
“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.”
Rasulullah Saw juga mengajarkan kepada kita untuk senantiasa berdoa seusai sholat Subuh atau waktu pagi hari sebagai berikut:


اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
Allahumma inni as aluka ‘ilman naafi’aa wa rizqan toyyibaa wa ‘amalan mutaqabbalaa
“Ya Allah, sungguh aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik dan amal yang diterima.” (HR. Ibnu As-Sunni dan Ibnu Majah).
Abu Hurairah RA juga meriwayatkan sejumlah doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW yang dibaca ketika pagi hari sebagaimana dikutip oleh Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, halaman 63.
اَللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا وَبِكَ أَمْسَيْنَا، وَبِكَ نَحْيَا، وَبِكَ نَمُوْتُ، وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ
Allāhumma bika ashbahnā, wa bika amsainā, wa bika nahyā, wa bika namūtu, wa ilaikan nusyūru.
Artinya, “Ya Allah, dengan-Mu aku berpagi hari, dengan-Mu aku bersore hari, dengan-Mu kami hidup, dengan-Mu kami mati. Hanya kepada-Mu (kami) kembali,” (HR Abu Dawud, At-Turmudzi, Ibnu Majah, dan lainnya).
BACA JUGA :
Selain doa singkat itu, Imam An-Nawawi juga mengutip doa pagi Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Sahabat Ibnu Mas‘ud dalam Sahih Muslim berikut ini:
أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الملْكُ للهِ، وَالحَمْدُ للهِ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الملْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهَا وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِي هَذِهِ اللَيْلَةِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهَا، رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنَ الكَسْلِ وَسُوْءِ الكِبَرِ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي القَبْرِ
Ashbahnā wa ashbahal mulku lillāhi wal hamdu lillāhi, lā ilāha illallāhu wahdahū lā syarīka lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alā kulli syai‘in qadīr. Rabbi, as’aluka khaira mā fī hādzihil lailata wa khaira mā ba‘dahā, wa a‘ūdzu bika min syarri mā fī hādzihil lailata wa khaira mā ba‘dahā. Rabbi, a‘ūdzu bika minal kasli wa sū’il kibari. A‘ūdzu bika min ‘adzābin fin nāri wa ‘adzābin dil qabri.
Artinya, “Kami dan kuasa Allah berpagi hari. Segala puji bagi Allah. Tiada tuhan selain Allah yang maha esa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kuasa dan puji. Dia kuasa atas segala sesuatu. Tuhanku, aku memohon kepada-Mu kebaikan malam ini dan malam sesudahnya. Aku memohon perlindungan-Mu kejahatan malam ini dan malam sesudahnya. Tuhanku, aku memohon perlindungan-Mu dari kemalasan dan kedaifan masa tua. Aku memohon perlindungan-Mu dari siksa neraka dan siksa kubur,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 64).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir harinya seperti waktu tuanya.”
Rasulullah, tidak menjumpai pagi melainkan bergegas dalam beraktivitas. Seperti yang Allah SWT firmankan:
وَإِذْ غَدَوْتَ مِنْ أَهْلِكَ تُبَوِّئُ الْمُؤْمِنِينَ مَقَاعِدَ لِلْقِتَالِ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan (ingatlah), ketika kamu berangkat pada pagi hari dari (rumah) keluargamu akan menempatkan para mukmin pada beberapa tempat untuk berperang.” (QS. Ali Imron [3]: 121).(*)
Editor : M Zezen Zainal M
sumber : islami.co
Diberdayakan oleh Blogger.
close
Banner iklan disini